Jumat, 29 Januari 2010

Agama Hindu*

Sejarah Agama Hindu
Agama Hindu adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran. Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM bersamaan dengan masuknya suku bangsa Arya (Indo German) ke India Utara. Mereka mula-mula menduduki daerah sungai Indus, yang kemudian bercampur dengan penduduk asli yang terdiri dari suku bangsa Dravida dan lainnya yang mendiami bagian India Utara. Pertemuan dua suku bangsa ini membawa pengaruh sinkretisme yang akhirnya membentuk Agama Hindu.
Bentuk sinkretisme dalam agama Hindu dapat ditelusuri dari kebudayaan yang di bawa suku Arya dan suku Dravida. Bentuk kepercayaan dewa-dewa alam adalah kepercayaan suku Arya yang dipengaruhi banyak oleh kebudayaan Yunani. Sedangkan kepercayaan suku asli India Utara banyak tertuang dalam bentuk hal-hal gaib yang berbentuk animisme, dynamisme, serta fetisyisme.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Hindu berasal dari India. Hindu merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 milyar jiwa.
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa, Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
Konsep Ketuhanan
Salah satu bentuk penerapan monoteisme Hindu di Indonesia adalah konsep Padmasana, sebuah tempat sembahyang Hindu untuk memuja Brahman atau "Tuhan Sang Penguasa".
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monoisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.
Namun, walaupun begitu masih ada pendapat lain yang menerangkan bahwa dalam ajaran Hindu secara pokok-pokoknya dapat diketahui bahwa agama Hindu menganut konsepsi ketuhanan yang bersifat polytheistis yang dimanifestasikan dalam jumlah dewa-dewa yang disebutkan dalam dalam kitab-kitab Wedha sebanyak 32 orang dewa. Namun pada intinya tetap bahwa dewa-dewa tersebut berfungsi sebagai tokoh simbolis dari satu dewa pokok ( Tuhan ) yaitu Brahma. Dan perlu diketahui bahwa sesungguhnya masyarakat di Bali hanya memuja satu Tuhan yg disebut “IDA SANG HYANG WIDI WASA”, tetapi biasanya mereka mempunyai sebutan atau nama-nama tuhan berdasarkan fungsiNya masing-masing, maka muncullah nama dewa-dewa yang berbeda.
Dalam perjalanannya konsep ketuhanan, Hindu mengalami perkembangan sejalan dengan kehendak/kebutuhan masyarakat yang akhirnya muncul aliran Vedanta yang perpaham Trimurti dengan memunculkan 3 nama dewa yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa. Tidak hanya itu, jumlah dewa pun juga bertambah dengan bertambahnya dengan bertambahnya umur agama Hindu dan semakin banyaknya muncul aliran-aliran atau sekte-sekte dalam agama ini.


Kitab suci yang dipegang
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap yang ditulis secara bertahap yaitu :
1. Reg Wedha, berisi kumpulan nyanyian-nyanyian suci untuk pemujaan dewa-dewa yang disebut Samhita.
2. Yajur Wedha, berisi rumus-rumus upacara kurban
3. Sama Wedha, berisi melodi-melodi atau hymne-hymne yang dinyanyikan oleh pendeta-pendeta yang bertugas dalam upacara pemujaan dan kurban.
4. Atharwa Wedha, berisi rumusan mantra-mantra yang mengandung kekuatan ghaib yang baik dan jahat.
Keempat kitab tersebut disebut "Caturweda Samhita". Selain keempat Weda tersebut, Selain kitab-kitab Wedha ada Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.
Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.
Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok , yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti.
• Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Upanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.
• Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.
Ritual Ibadah
Menurut G.A Wilkens : “Dasar upacara kurban adalah pemujaan dewa-dewa, roh nenek moyang dan makhluk-makhluk halus yang menempati semesta alam untuk menghindari kemarahannya serta memberi kepuasan pada mereka sehingga mereka mau memberi bantuan kepada manusia”.
Upacara-upacara yang ditetapkan dalam kitab-kitab pedoman agama Hindu yaitu kitab Sutra sebaga tafsir dari kitab Brahmana yang terdiri dari 2 macam kitab sebagai berikut :
1. Srautra sutra : berisi petunjuk-petunjuk upacara kurban yang wajib dikerjakan oleh raja-raja yang dibagi menjadi 3 macam :
a. Raja Surya adalah upacara dalam pelantikan raja naik tahta.
b. Aswaweda adalah kurban kuda yang harus dilakukan sekali setahun.
c. Purushaweda adalah kurban manusia yang diberikan kepada raja, upacara ini sudah dihapuskan.
2. Gerha sutra : berisi tatacara kurban untuk setiap keluarga yang terdiri dari :
a. Nitya yaitu kurban yang wajib dilakukan setiap hari oleh kepala keluarga terhadap roh-roh nenek moyang.
b. Naimittika adalah kurban yang hanya dilakukan sekali seumur hidup yaitu ketika kelahiran, pemberian nama, dan lain-lain.
c. Upanayana adalah upacara memasuki kasta dengan pemberian upavita (tali kasta) pada umur 8 – 12 tahun.
Dari segi nilai kurban-kurban tersebut dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis upacara yaitu :
1. Yaynya besar adalah kurban-kurban yang terdiri dari 2 macam :
a. Somayajna adalah kurban yang dilakukan oleh raja-raja sebagai yang diberikan petunjuknya dalam Srautra sutra
b. Haviryajna adalah kurban-kurban yang terdiri daripada upacara penghormatan pada masa memetik buah yang pertama kali. Kurban yang disajikan berupa ternak, barang-barang berharga, uang dan lain-lain.
2. Yaynya kecil upacara yang tergolong dalam Gerhasutra
Kehidupan setelah Mati
Kepercayaan dalam Hindu bahwa orang yang telah meninggal dunia rohnya tidak lenyap begitu saja, tetapi tetap hidup mengembara di alam lain. Maka dari itu, roh-roh tersebut senantiasa harus diberi saji-sajian antara lain berupa makanan. Saji-sajian itu diberikan pada saat tertentu setiap hari setelah pembakaran mayat sampai keturunan yang ke enam dari orang yang telah meninggal dunia.
Dalam hal ini, C. Hupe mengatakan “ kepercayaan kepada roh-roh halus atau hal-hal gaib termasuk “bijgeloef” (kepercayaan tambahan) sedangkan upacara untuk dewa-dewa termasuk goddienst atau ibadah pokok.
Fungsi dari saji-sajian kepada roh-roh adalah untuk mengantarkan mereka bersatu dengan roh-roh nenek moyang yang meninggal jauh sebelumnya. Karena agama Hindu percaya bahwa roh yang belum berkumpul dengan roh-roh nenek moyang maka roh tersebut belum dalam keadaan tenang dan masih berbentuk preta yang sering mendatangkan gangguan kepada keluarga yang bersangkutan.
Berhubungan dengan kematian, menurut kepercayaan agama Hindu harus diadakan upacara-upacara tertentu dibawah pimpinan pendeta, sepert apa yang dilakukan masyarakat Hindu Dharma di Bali diadakan pembakaran mayat “NGABEN” yang upacara ini termasuk upacara yang sangat mewah, sedangkan Hindu India, upacara pembakaran mayat dilakukan sederhana yaitu setelah mayat dibakar kemudian abu dari mayat tersebut ditebarkan di sungai Gangga atau tulang-tulangnya dikumpulkan dan kemudian disimpan dalam belanga.
Dalam upacara kematian inilah tampak pentingnya Dewa Agni sebagai penolong roh-roh orang yang telah meninggal, karena tanpa adanya api pembakaran jasad mayat berarti roh tidak akan mengalami kebebasan dari alam materi ini yang berarti sebuah penderitaan hidup.
Waktu dan Tempat yang disucikan
Sebagai agama yang muncul dari sinkretesisme budaya suku Arya yang berkeyakinan dengan bentuk dewa-dewa sebagai perwujudan tuhan dan Dravida yang banyak percaya dengan di India utara, maka banyaklah muncul hari-hari yang disucikan sebagai bentuk penghormatan terhadap dewa-dewa yang diisi dengan upacara-upacara keagamaan serta pensucian dari tempat-tempat seperti pohon besar, tempat ibadah, pura sebagai tempat tinggal dari roh-roh nenek moyang leluhur mereka.
Kepercayaan Hindu ini membawanya terlihat agama paling sibuk dengan kegiatan keagamaan karena hampir setiap hari ada pemujaan dewa atau pun saji-sajian bagi leluhur di tempat-tempat yang mereka sucikan.
Nabi atau orang yang dihormati
Weda merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala ajaran agama Hindu. Weda merupakan kitab suci tertua di dunia karena umurnya setua umur agama Hindu. Weda berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata vid yang berarti "tahu". Kata Weda berarti "pengetahuan". Para nabi yang menerima wahyu Weda jumlahnya sangat banyak, namun yang terkenal hanya tujuh saja yang disebut Saptaresi . Ketujuh nabi tersebut yakni:
1. Resi Gritsamada
2. Resi Wasista
3. Resi Atri
4. Resi Wiswamitra
5. Resi Wamadewa
6. Resi Bharadwaja
7. Resi Kanwa
Ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan kepada nabi-nabi tersebut tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah yang sama. Resi yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang sama dan tidak berada di wilayah yang sama dengan resi lainnya, sehingga ribuan ayat-ayat tersebut tersebar di seluruh wilayah India dari zaman ke zaman, tidak pada suatu zaman saja. Agar ayat-ayat tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya, maka disusunlah ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku. Usaha penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Bagawan Byasa atau Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu: Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan Sumantu.
Hari-hari besar
Di India seperti halnya umat Hindu di Indonesia mengenal banyak hari-hari besar keagamaan atau hari raya yang seluruhnya dapat dibedakan menjadi tiga 3 kelompok , yaitu : Pertama, hari-hari pesta keagamaan (festivals) yang dilakukan dengan meriah, seperti Chitrra Purinima, Durgapuja atau Navaratri, Dipavali, Gayatri Japa, Guru Purnima. Holi , Makara Sankranti, Raksabandha, Vasanta Panchami dan lain-lain. Kedua, adalah hari peringatan kelahiran tokoh-tokoh suci yang disebut Jayanti atau Janmasthani seperti Ganesa Caturti, Gita Jayanti, Valmiki Jayanti, Hanuman Jayanti, Krisna Janmasthani, Sankara Jayanti, Ramanavami dan lain-lain dan ketiga adalah hari untuk melaksanakan Brata(Vrata) atau Upavasa(Puasa) misalnya Sivaratri, Satyanarayana Vrata, Vara Laksmi Vrata, Ekadasi dan lain-lain.
Hari raya keagamaan bagi pemeluk agama Hindu Dharma mayoritas di Indonesia, umumnya dihitung berdasarkan wewaran dan pawukon. Kombinasi antara Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku. Namun ada pula Hari raya yang menggunakan penanggalan Saka.
Hari Raya Berdasarkan Wewaran
• Galungan — Jatuh pada hari: Buda, Kliwon, Dungulan
• Kuningan — Jatuh pada: Saniscara, Kliwon, Kuningan
• Saraswati — Jatuh pada: Saniscara, Umanis, Watugunung. Hari Ilmu Pengetahuan, pemujaan pada Sang Hyang Aji Saraswati.
• Banyupinaruh — Jatuh pada: Redite, Pahing, Shinta
• Pagerwesi
Hari Raya Berdasarkan Kalender Saka
• Siwaratri
• Nyepi
Perkembangan Kontemporer
Sejarah mencatat bahwa agama Hindu pernah mencapai masa kejayaannya. Baik itu di dunia maupun masa kejayaan Hindu di Nusantara pada masa kerajaan Majapahit. Sisa-sisa kejayaan itu masih bisa kita temui sampai sekarang dan bahkan dilestarikan sebagai kekayaan budaya Indonesia bahkan dunia.
Namun jika kita lihat sekarang di Indonesia bahkan di dunia persebaran Hindu terbatas pada domisili-domisili tertentu, seperti halnya di Indonesia Hindu mayoritas dianut oleh mayoritas masyarakat Bali, begitu pula di luar Indonesia persebaran hanya di sebagian besar kawasan India sebagai tempat kelahiran agama Hindu.
Kemunduran Hindu akhir-akhir ini banyak dipengaruhi oleh beberapa hal yang berasal dari internal Hindu, maupun eksternal, antara lain adalah sebagai berikut :
a. Internal
1. Adanya perbedaan penafsiran kitab-kitab weda oleh elite agama yang berbeda
2. Adanya paham kasta yang membatasi pergaulan antar umat beragama, walaupun sudah diketahui bahwa ajaran kasta ini tidak ditemukan di setiap kitab suci umat Hindu
3. Kepercayaan terhadap hal-hal ghaib yang sudah dianggap sebagai kepercayaan kuno atau bisa disebut tidak rasional.
4. Sistem dakwah Hindu tidak kegencar yang dilakukan oleh agama-agama lain di dunia. Karena Hindu tidak memaksakan kepercayaan yang dianutnya untuk dianut oleh orang lain. Sehingga jarang ditemukan bentuk-bentuk dakwah inovatif di kalangan umat Hindu.
b. Eksternal
1. Masalah Ekonomi
a) Pura tempat yang disucikan banyak dikomersialisasikan
b) Tradisi yang mulai berubah karena desakan ekonomi
2. Munculnya Agama-agama lain
a) Munculnya Islam di tanah jawa telah mengakibatkan kerajaan Hindu Jawa mengalami kemunduran.
b) Proses kristenisasi memasuki ranah agama Hindu.
Hal-hal diatas menunjukkan beberapa penyebab yang berakibat pada menurunnya kuantitas pemeluk agama Hindu di Indonesia, dan bahkan di dunia. Hal ini diperparah dengan ulah para penganut Hindu dengan membuat sekte-sekte yang jumlahnya sampai sekarang belum bisa dideteksi secara ilmiah. Diantara sekte-sekte tersebut adalah :
1. Sekte Vedanta dengan konsep Objek pemujaan adalah Brahman (Tuhan) sedangkan subjek adalah Atman (manusia), Brahman dan Atman terpisah oleh samsara. Ketika manusia masih terikat dengan materi dan jasmani maka mereka akan mengalami samsara (penderitaan).
2. Sekte Sankya berpaham Ahteistis. Berpendapat segala yang maujud terdiri dari Purusha dan Pakerti, segala penderitaan akan hilang ketika Pakerti terlepas dari Pususha.
3. Aliran Yoga, aliran ini mementingkan metode untuk mencapai tujuan. Dari pada itu maka dalam aliran ini diajarkan latihan-latihan kejiwaan dalam usaha melepaskan diri dari samsara.
4. Sekte Jainisme. Inti ajarannya adalah mendapatkan kebahagiaan abadi. Dan salah satu caranya adalah dengan melepaskan diri dari kungkungan materi.
5. Sekte Wisnuisme
6. Sekte Siwaisme
7. Sekte Brahmaisme
8. Sekte Tantrisme
9. Agama Hindu Bali (Hindu Dharma)
Ajaran agama Hindu Dharma sangat terlihat merupakan hasil sinkretisme antara paham animism setempat dengan Hinduisme India dan antara Siwaisme dan Budhisme yang telah mengalami proses rohaniyah typis Jawa. Prinsip Hinduisme-Budhisme masih tetap di pertahankan dalam agama ini sehingga dewa-dewa yang dipuja pun berpusat pada Trimurti atau Trisakti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Masih ada lagi dewa-dewa lain yang muncul dari paham Hinduisme-Budhisme missal dewa Ganesha, Kama dan Ratih, Bregu, Skanda, Kuwera, dan Bayu.;
Ada 3 bentuk macam upacara kurban dalam Hindu Dharma:
a) Tawur Agung, korban yang dilaksanakan setahun sekali
b) Tawur Panca Wali Krama, korban yang dilakukan 10 tahun sekali.
c) Tawur Ekadasa Rudra yaitu korban yang diadakan setiap 100 tahun sekali.
Tujuan dari Tawur adalah mengadakan instrospeksi terhadap segala perbuatan rakyat Bali yang dalam tingkah laku tak lupusa dari kesalahan, pengharapan prospeksi untuk memperoleh keselamatan hidup di bawah perlingdungan dewa Siwa.
Dalam konsep ketuhanan dalam Hindu Dharma tidak boleh disebut bahwa Hindu Dharma berpaham polytheisme namun sebaliknya Hindu Dharma berpaham monotheisme sesuai dengan yang disebut dalam kita Wedha yang berbunyi “Ekam Eva Adwityam Brahman” yang artinya “Hanya Satu tiada duaNya yaitu Brahman”.
Namun meskipun begitu, Tuhan dapat dimanifestasikan dalam bermacam-macam nama menurut sifat-sifat kekuasaan yang ada padaNya.
Dan perlu diketahui bahwa semboyan “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mergwa” berarti “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada Dharma yang lain”.
Hindu Dharma mempunyai 5 keyakinan mutlak :
1. Kepercayaan kepada Syang Hyang Widhi
2. Kepercayaan terhadap atma (roh leluhur)
3. Kepercayaan dengan hokum karma phala
4. Kepercayaan terhadap samsara
5. Kepercayaan terhadap Mokhsa
Agama Hindu dalam konteks ke-Indonesiaan
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu"
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di Singaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

RINGKASAN AGAMA HINDU

Shruti (primer suci): Veda | Upanishad | Bhagavad Gita | Itihasa (Ramayana & Mahabharata) | Agamas
Smrti (teks-teks lain): Tantra | Sutra | Purana | Brahma Sutras | Hatha Yoga Pradipika | Smritis | Tirukural | Yoga Sutra
Konsep: Avatar | Brahman | Kosas | Dharma | Karma | moksha | Maya | Ishta-Deva | Murti | Reinkarnasi | samsara | Trimurti | Turiya | Guru-tradisi shishya
Sekolah & sistem: Sekolah Hindu | Dini Hindu | Samkhya | Nyaya | Vaisiseka | Yoga | Mimamsa | Vedanta | Tantra | Bhakti | Carvakas
Praktek-praktek tradisional: Jyotish | Ayurveda
Ritual: Aarti | Bhajans | Darshan | Diksha | Mantras | Puja | Satsang | Stotras | Pernikahan | Hayagriwa
Guru dan orang-orang kudus: Shankara | Ramanuja | Madhvacharya | Madhavacharya | Ramakrishna | Vivekananda | Sree Narayana Guru | Aurobindo | Ramana Maharshi | Sivananda | Chinmayananda | Sivaya Subramuniyaswami | Swaminarayan | AC Bhaktivedanta Swami Prabhupada
Denominasi: Vaishnavism | Shaivism | Shaktism | Smarta | Agama Hindu Dharma | Kontemporer gerakan Hindu | Survei organisasi Hindu
Dewa-Dewi Hindu: Daftar Dewa-Dewi Hindu | Mitologi Hindu
Yugas: Satya Yuga | Treta Yuga | Dwapar Yuga | Kali Yuga
Kasta: Brahmana | Kesatria | Waisya | Shudra



DAFTAR PUSTAKA
• Arifin, H.M. Menguak misteri ajaran agama-agama besar. Golden Terayon Press
• 1997.
• www.wikipedia.org
• www.google.com/agama hindu
• www.indoforum.com
• Al-Adyan, versi Arab.

*Mohon dikoreksi bila ada kesalahan dalam tulisan ini. Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar